BREBES Pagomex – Seperti mimpi…” itulah ungkapan yang lahir dari hati Warsono, S.Pd., M.Pd ketika dirinya resmi dikukuhkan sebagai seorang Magister Pendidikan (M.Pd.) dalam Wisuda Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Sebuah gelar akademik prestisius yang dahulu tidak pernah ia bayangkan, mengingat masa kecilnya yang penuh keterbatasan di sebuah desa sederhana di Kabupaten Brebes.
Sejak kecil, Warsono bercita-cita menjadi seorang tentara. Ia begitu kagum dengan segala hal yang berbau militer. Namun, Allah Swt menakdirkan jalan berbeda. Alih-alih menjadi tentara, ia justru diarahkan pada jalan pendidikan. Baginya, menjadi guru bukanlah cita-cita pertama, tetapi ia meyakini bahwa Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Warsono lahir 5 Juli 1988, dari keluarga petani bawang merah. Kehidupan ekonomi orang tuanya sangat sederhana, bahkan untuk sekadar makan pun sering kali tanpa lauk. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara yang sejak kecil sudah terbiasa hidup dalam serba kekurangan. Latar belakang pendidikan keluarganya pun sederhana: hanya lulusan sekolah dasar.
Namun, kesederhanaan itu justru menjadi cambuk bagi Warsono. Sejak kecil ia belajar arti perjuangan, keikhlasan, dan kerja keras. Selepas lulus SD tahun 2001, ia melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Larangan dan lulus tahun 2004. Sempat menunda sekolah karena bercita-cita menjadi pemain sepak bola, Warsono akhirnya menapaki jalan berbeda ketika masuk ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada tahun 2006, meski hanya bertahan beberapa bulan.
Perjalanan Menuntut Ilmu di Tengah Cobaan
Selepas dari Lirboyo, Warsono kembali membantu orang tuanya bertani di sawah : menanam bawang, padi, dan cabai. Tahun 2008, ia mencoba melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Nur Aulia, Tangerang. Namun takdir berkata lain, ayahnya wafat di akhir tahun 2008. Peristiwa itu mengguncang kehidupannya. Ia pulang ke desa, membantu sang ibu mencari nafkah, bahkan menjadi kuli pacul di sawah milik orang lain.
Meski kehidupan begitu berat, Warsono tidak menyerah. Pada 2012 ia kembali menimba ilmu di Pondok Pesantren Tunas Ilmu, Purbalingga, asuhan Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA. Di pesantren inilah ia menemukan titik balik : bukan hanya ilmu agama yang ia dapatkan, melainkan juga hidayah, semangat baru, dan pandangan luas tentang arti kehidupan.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujādilah: 11)
Ayat ini seakan menjadi motivasi hidup Warsono. Ia sadar, bahwa jalan untuk mengangkat derajat dirinya dan keluarganya adalah melalui pendidikan.
Warsono pun menempuh pendidikan S1 di bidang Pendidikan hingga akhirnya resmi menjadi seorang guru. Dari sinilah, ia menyadari bahwa mengajar adalah jalan pengabdian. Ia dapat menyampaikan ilmu, mendidik generasi, dan menanamkan nilai kehidupan kepada murid-muridnya. Rasulullah SAW bersabda “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Hadis ini memberi makna mendalam bagi Warsono: bahwa mengajar adalah amal jariyah yang pahalanya terus mengalir.
Perjuangan Meraih Gelar Magister
Langkah Warsono untuk meraih gelar S2 di Unissula Semarang bermula dari informasi di grup alumni Pondok Tunas Ilmu. Ia sangat ingin melanjutkan pendidikan, dan dukungan penuh dari sang istri membuatnya semakin mantap. Bersama istri, ia rela hidup sederhana, menabung sedikit demi sedikit, bahkan sering makan seadanya demi satu tujuan: pendidikan.
Pada akhirnya, perjuangan panjang itu terbayar. Warsono berhasil menyelesaikan studi dan meraih gelar Magister Pendidikan. Sebuah pencapaian yang membuktikan bahwa kerja keras, doa, dan pengorbanan tidak akan pernah sia-sia.
Prinsip hidupnya sederhana namun kuat “Tidak ada kata terlambat dalam menuntut ilmu selagi masih ada kesempatan dan keinginan untuk mencari ilmu.”
Prinsip ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Saw “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Harapan dan Langkah ke Depan
Suami dari Nurjanah tidak berhenti sampai di sini. Meski baru saja menyelesaikan S2, ia menyimpan tekad untuk suatu hari melanjutkan pendidikan ke jenjang S3. Baginya, ilmu adalah cahaya kehidupan, dan selama masih ada kesempatan, ia ingin terus belajar.
Lebih dari itu, Warsono berharap kisah hidupnya bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya mereka yang lahir dari keluarga sederhana. Ia ingin membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi dan berjuang.
Perjalanan hidup Warsono, dari sawah bawang merah hingga meraih gelar Magister Pendidikan, adalah bukti nyata bahwa Allah menolong hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Ia adalah teladan kesabaran, keteguhan hati, dan keyakinan pada janji Allah.
Firman Allah menjadi penutup perjalanan kisah ini “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”(QS. Ar-Ra’d: 11)
Warsono yang memiliki tiga putra putri yakni Abdullah Warson Al Barbasy, Hafshoh Warson Al Barbasy, dan Hafidzah Warson Al Barbasy telah membuktikan ayat ini dengan kerja keras dan doanya. Dari desa yang sederhana, ia kini berdiri di mimbar ilmu, siap mengabdi sebagai pendidik dan teladan bagi banyak orang.
Reporter Fathurrahim Syuhadi