LAMONGAN Pagomex – Aroma kopi yang harum berpadu hangat dengan semangat intelektual para kader IMM yang memenuhi Moola Cafe Lamongan, Rabu sore (28/5/2025).
Di sinilah, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Lamongan menggelar Diskusi Kritis bertajuk Refleksi Hari Pendidikan Nasional.
Acara ini tidak hanya menyajikan diskusi biasa. Namun menjadi ruang pertemuan gagasan antara pemangku kebijakan dan generasi muda yang gelisah melihat wajah pendidikan bangsa.
Hadir sebagai narasumber tiga sosok dari pilar utama dunia pendidikan di Lamongan: Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PDM Lamongan M Said SPd MPd, Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Lamongan Imam Fadli SIP MSi, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan Ir Munif Syarif MM.
Suasana kafe yang biasanya riuh santai, sore itu berubah menjadi arena kontemplasi dan diskusi kritis. Para peserta yang terdiri dari kader IMM dan perwakilan Pimpinan Komisariat se-Cabang Lamongan tampak menyimak dengan saksama. Di balik secangkir kopi dan tumpukan catatan, mereka menggali isu-isu mendalam seputar dunia pendidikan Indonesia.
Ketua Umum PC IMM Lamongan, Alexi Candra Putra Kasan, membuka diskusi dengan penuh semangat. Ia menegaskan bahwa tema yang diangkat, Pendidikan di Persimpangan Jalan: Antara Kebijakan Elit vs Realita Akar Rumput, lahir dari keresahan kolektif IMM Lamongan atas kondisi pendidikan nasional.
“Masih banyak kebijakan yang dirancang dari atas, namun tidak menjangkau realita di lapangan. IMM ingin menjadi bagian dari jembatan itu antara wacana dan pelaksanaan, antara mimpi dan kenyataan,” ungkap Alexi.
Ia menyebut bahwa pendidikan Indonesia belum menyentuh esensi perubahan sosial. “Kita perlu pendidikan yang membebaskan dan mencerahkan, bukan sekadar transfer ilmu. Pendidikan Muhammadiyah selalu menekankan pentingnya pembentukan karakter dan penyadaran,” ujarnya.
Alexi juga menyoroti tantangan di era pascamodern. Di tengah derasnya arus informasi yang cepat namun sering terdistorsi, menurutnya, dibutuhkan sistem pendidikan yang tidak hanya menghafal, tetapi juga mengolah makna dan memberi arah.
Menimba Gagasan, Mencari Solusi
Mengutip Buya Hamka, “Ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh”, Alexi mengajak peserta untuk tidak hanya menjadi pengkritik, tapi juga penggerak. IMM, lanjutnya, harus mampu menghadirkan solusi yang membumi, sesuai nilai Islam berkemajuan.
Ia juga mengangkat putusan Mahkamah Konstitusi terbaru yang mempertegas tanggung jawab negara dalam membiayai pendidikan dasar hingga menengah, termasuk sekolah swasta. “Ini angin segar, tapi perlu terus dikawal agar tidak hanya menjadi dokumen, melainkan terwujud di lapangan,” katanya.
Ruang Dialog yang Menghidupkan Gagasan
Diskusi ini bukan sekadar ajang seremonial. Alexi menekankan pentingnya ruang-ruang dialog seperti ini sebagai sarana menumbuhkan kesadaran kritis di kalangan mahasiswa. “IMM harus tetap menjadi kawah candradimuka kader perubahan. Melalui diskusi seperti ini, kita tumbuhkan keberanian untuk bersuara, sekaligus kerendahan hati untuk belajar,” tegasnya.
Diskusi berlangsung hangat. Para narasumber saling mengurai tantangan dan harapan pendidikan dari perspektif masing-masing: dari sudut pandang kebijakan pemerintah, legislatif, hingga organisasi Muhammadiyah.
Sebuah forum yang menjadi cermin: bahwa memperbaiki pendidikan tidak cukup dari satu arah, tapi butuh sinergi semua pihak.
Reporter: Alfain Jalaluddin Ramadlan