Sawang Sinawang Terhadap Profesi Guru

Listen to this article

LAMONGAN Pagomex – Al-Qur’an menegaskan betapa mulianya orang-orang yang berilmu. Allah berfirman “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujādilah: 11).

Ayat ini menjadi dasar bahwa profesi guru, sebagai pengemban ilmu, mendapatkan kemuliaan di sisi Allah. Namun kemuliaan itu sejalan dengan tanggung jawab berat yang dipikulnya. Seorang guru bukan hanya mendidik akal, tetapi juga membimbing hati dan perilaku muridnya.

Rasulullah Saw bersabda “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Hadis ini menegaskan bahwa mengajar adalah amal yang paling mulia. Namun dalam praktiknya, guru sering menghadapi tantangan: gaji yang terbatas, tekanan administrasi, bahkan terkadang kurangnya penghargaan sosial.

Di sinilah wang sinawang terjadi—bagi sebagian orang, profesi guru tampak sederhana, tetapi bagi mereka yang menjalani, ada ujian kesabaran dan keteguhan.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar pepatah Jawa “urip iku mung sawang-sinawang” atau wang sinawang, yang berarti hidup ini hanyalah persoalan cara pandang.

Apa yang tampak pada orang lain sering kali terlihat lebih indah, lebih mudah, atau lebih nikmat, padahal di balik itu ada beban dan tantangan yang tidak kasat mata.

Demikian pula dengan profesi guru. Dari luar, sebagian orang menilai guru hanya sekadar mengajar, pulang lebih awal, dan memiliki banyak waktu luang. Namun hakikatnya, profesi guru menyimpan perjuangan, pengorbanan, serta tanggung jawab yang tidak ringan.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menekankan bahwa guru adalah pewaris para nabi (waratsatul anbiya’). Beliau menulis bahwa seorang guru hendaknya memiliki niat yang ikhlas, mendidik dengan kasih sayang, dan tidak menjadikan profesinya semata-mata alat mencari dunia.

Pandangan ini menunjukkan betapa profesi guru adalah ibadah panjang, bukan sekadar pekerjaan biasa.

Sementara itu, KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, pernah berpesan bahwa guru adalah pelita bagi masyarakat. Guru tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menjadi teladan akhlak. Bahkan, meski hidup sederhana, seorang guru tetap memiliki kemuliaan karena keikhlasannya.

Wang Sinawang dan Kesadaran Hati

Pepatah wang sinawang mengingatkan kita agar tidak tergoda membandingkan hidup dengan orang lain. Guru mungkin tidak bergelimang harta, tetapi ia kaya dalam keberkahan ilmu dan doa murid-muridnya.

Banyak ulama mengatakan bahwa rezeki guru tidak selalu berbentuk materi, tetapi keberkahan hidup, ketenangan hati, serta pahala jariyah yang mengalir tanpa henti.

Syekh Ibn Jama’ah dalam kitab Tadzkirat as-Sami’ wal-Mutakallim menyebutkan: “Setiap huruf yang diajarkan guru kepada muridnya, kelak akan menjadi cahaya yang menyelamatkannya di akhirat.”

Maka, wang sinawang profesi guru adalah pengingat bahwa apa yang tampak ringan sebenarnya berat, dan apa yang tampak sederhana sesungguhnya mulia. Guru adalah penopang peradaban.

Sebagai masyarakat, kita hendaknya lebih menghargai dan mendukung guru, sebab mereka adalah cahaya yang menerangi jalan generasi

Reporter Fathurrahim Syuhadi