Jasri Ridwan, S.Pd.I., MM., M.Pd.: Dari Es Mambo, Ujian Hidup, hingga Menjadi Pendidik Inspiratif

Listen to this article

LUWU Pagomex – Jasri Ridwan, S.Pd.I., MM., M.Pd., seorang pendidik asal Luwu yang kini dikenal karena kegigihan dan dedikasinya. Ia lahir di Bassiang, Kabupaten Luwu, pada 30 April 1981, dari pasangan Ridwan dan Samria. Dari tujuh bersaudara, Jasri menempati posisi keempat, sebuah posisi yang ia sebut unik dan penuh keberkahan.

Jasri kecil tumbuh dalam keluarga yang sederhana. Sejak sekolah dasar, ia sudah terbiasa membantu orang tua mencari tambahan penghasilan. Pulang sekolah, ia berjualan es mambo (es lilin) keliling desa dengan berjalan kaki.

Kadang ia bahkan masuk ke sawah-sawah saat musim panen demi menjajakan dagangannya. Selain itu, ia juga senang ikut ayahnya menjaga empang dan kerap bermalam di sana, meski suasana masih menyeramkan karena dikelilingi bakau.

Dalam satu kesempatan, Jasri kecil mengungkapkan kejujuran kepada ayahnya “Kayaknya saya tidak akan mampu seperti bapak kerja di empang ini.”

Sang ayah pun menjawab dengan nasihat yang membekas seumur hidup “Jika tidak sanggup, kamu harus rajin belajar dan lanjutkan sekolah setinggi-tingginya. Kalau kamu bersungguh-sungguh belajar, bapak pun akan bersungguh-sungguh mencari biaya sekolahmu.”

Sejak itu, tekad belajar Jasri menguat. Ia tidak lagi ikut ayahnya ke empang, tetapi rajin bersekolah dan mendekati teman-teman yang pintar untuk belajar bersama.

Setelah lulus SDN 56 Bassiang, Jasri melanjutkan pendidikan ke sebuah pondok pesantren yang jauh dari kampung halamannya. Selama enam tahun ia ditempa di Pondok Pesantren Al-Mubarak DDI Tobarakka Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan untuk
menjadi pribadi yang mandiri dan disiplin.

Pulang Kampung dan Pengabdian

Dari para ustadz, ia terinspirasi untuk menjadi guru agama. Retorika, ketegasan, serta wibawa para guru membuatnya bercita-cita menjadi ustadz yang bermanfaat bagi banyak orang.

Selepas pesantren, Jasri berniat melanjutkan pendidikan ke Mesir. Dorongan dari salah seorang ustadz alumni Mesir membuatnya bersemangat, namun takdir berkata lain. Gagal berangkat, ia sempat menempuh kursus komputer setahun, lalu melanjutkan pendidikan tinggi di IAIN Alauddin Makassar hingga meraih gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.).

Setelah S1, Jasri ingin langsung melanjutkan S2. Namun orang tuanya menyarankan untuk kembali ke kampung, mencari pekerjaan, dan membantu adik-adiknya yang masih sekolah. Jasri menerima dengan ikhlas, dengan tekad bahwa suatu saat ia pasti meraih gelar magister.

Ia bekerja sebagai guru honorer sekaligus aktif di PNPM Mandiri Perdesaan. Bahkan ia dipercaya menjadi Ketua UPK PNPM di kecamatan. Kehidupan sederhana membuatnya harus membagi pikiran antara bekerja, mengajar, dan rencana melanjutkan studi.

Menikah, Menghadapi Hinaan, dan Tekad Melanjutkan S2

Dorongan teman-teman membuat Jasri menikah. Namun kehidupan rumah tangga diwarnai ujian. Gaji sebagai guru honorer yang kecil membuatnya sering direndahkan, bahkan gelar S1 dianggap remeh. Hinaan ini justru membangkitkan tekadnya kembali untuk melanjutkan pendidikan S2.

Setiap Jumat siang, selepas shalat, Jasri berangkat dari Belopa menuju Makassar, menempuh perjalanan delapan jam. Ia kuliah pada hari Sabtu hingga Minggu sore, lalu kembali ke kampung. Semua dijalani meski penghasilan terbatas.

Ujian berat datang pada 2015. Sang istri, dengan dorongan keluarga, mengajukan gugatan cerai dengan alasan Jasri dianggap tidak mampu menafkahi. Lebih menyakitkan lagi, ia sempat mendengar hinaan: “Sarjana tak berguna.” Kata-kata itu menusuk hati, apalagi diucapkan di depan orang tuanya yang telah berjuang menyekolahkannya.

Meski merasa terhina, Jasri memilih diam. Ia pasrah menghadapi putusan perceraian meski berat karena harus berpisah dari dua anaknya. Dari peristiwa ini, Jasri belajar bahwa harga diri tidak bisa diukur dari pandangan orang lain. Baginya, seseorang hanya berharga di mata orang yang memang membutuhkan dan menghargainya.

Setelah pernikahan nya gagal dan resmi cerai pada tahun 2015. Kemudian menikah di tahun 2021 dan telah memiliki seorang anak perempuan yang sekarang telah berumur 3 tahun.

Memiliki dua Gelar Akademik

Tekadnya tidak padam meski diterpa ujian hidup. Dengan kesabaran dan kerja keras, Jasri akhirnya berhasil menyelesaikan studi magister ganda: Magister Manajemen (MM.) di STIE-YPUP Makassar lulus tahun 2018 dan Magister Pendidikan (M.Pd.) di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang lulus 2025

Dibalik usahanya untuk menyelesaikan studi S2 di UNISSULA ada istrinya yang kedua yang selalu memberikan dukungan setiap saat hingga Jasri berhasil menyelesaikan studinya itu.

Pencapaian ini adalah bukti nyata bahwa doa, usaha, dan restu orang tua mampu mengubah keadaan. Dari seorang anak desa penjual es mambo, ia kini menjadi seorang akademisi dengan dua gelar magister.

Kisah hidup Jasri adalah inspirasi bagi siapa pun yang merasa kecil oleh keadaan. Dari kesederhanaan, ia belajar arti perjuangan. Dari hinaan, ia menemukan energi untuk bangkit. Dari pesan ayahnya, ia menemukan jalan hidup: “Jangan pernah berhenti belajar agar bermanfaat.”

Kini, sebagai pendidik, Jasri tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga membagikan pengalaman hidupnya agar generasi muda tak mudah menyerah. Ia percaya bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk meraih cita-cita.

Perjalanan hidup Jasri Ridwan adalah kisah tentang kesabaran, ketekunan, dan keberanian menghadapi ujian hidup. Dari penjual es mambo, anak pesantren, guru honorer yang direndahkan, hingga akhirnya meraih dua gelar magister, semua ditempuh dengan kerja keras dan doa.

Kini, ia menjadi bukti nyata bahwa ilmu adalah cahaya yang mampu mengangkat derajat manusia. Dari keterbatasan menuju kemuliaan, Jasri Ridwan berdiri sebagai teladan bahwa mimpi besar dapat terwujud bila disertai usaha, doa, dan keyakinan.

Reporter Fathurrahim Syuhadi